NAMA : Nurul Maghfiroh Jufrin
NPM/Kelas : 26213733/ 2EB22
PERMASALAHAN
Filosofi
Koperasi dipandang sebagai soko guru perekonomian di Indonesia walaupun
kenyataanya masih sangat jauh dari keberadaanya. Apalagi semakin lama,
kehadiran koperasi jauh dari kata perekonomian. Dahulu pusat perekonomian
adalah koperasi, tanpa koperasi perekonomian Indonesia tidak akan berjalan
dengan lancar. Namun kini hal tersebut tak berpengaruh, justru saat
perekonomian di Negara kita sedang berjalan menuju globalisasi, koperasi di
Indonesia tidak mampu mengimbanginya bahkan perkembangannya “terseok-seok”.
ANALISIS
Dalam
sistem perekonomian Indonesia dikenal ada tiga pilar utama yang menyangga
perekonomian. Ketiga pilar itu adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan
Usaha Milik Swasta (BUMS), dan Koperasi. Ketiga pilar ekonomi tersebut
mempunyai peranan yang masing-masing sangat spesifik sesuai dengan
kapasitasnya.
Lembaga
koperasi sejak awal diperkenalkan di Indonesia memang sudah diarahkan untuk
berpihak kepada kepentingan ekonomi rakyat yang dikenal sebagai golongan
ekonomi lemah. Strata ini biasanya berasal dari kelompok masyarakat kelas
menengah kebawah. Eksistensi koperasi memang merupakan suatu fenomena tersendiri,
sebab tidak satu lembaga sejenis lainnya yang mampu menyamainya, tetapi
sekaligus diharapkan menjadi penyeimbang terhadap pilar ekonomi lainnya.
Lembaga koperasi oleh banyak kalangan, diyakini sangat sesuai dengan budaya dan
tata kehidupan bangsa Indonesia. Di dalamnya terkandung muatan menolong diri
sendiri, kerjasama untuk kepentingan bersama (gotong royong), dan beberapa
esensi moral lainnya. Sangat banyak orang mengetahui tentang koperasi meski
belum tentu sama pemahamannya, apalagi juga hanya sebagian kecil dari populasi
bangsa ini yang mampu berkoperasi secara benar dan konsisten. Sejak kemerdekaan
diraih, organisasi koperasi selalu memperoleh tempat sendiri dalam struktur
perekonomian dan mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Selain
itu dalam pasal 33 UUD 1945 Ayat 1 yang menyebutkan bahwa "Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan". Dalam penjelasan
diatas, bahwa bangun usaha di Indonesia yang paling cocok berdasarkan asas
kekeluargaan sesuai dengan ideology bangsa.
Selama
kemerdekaan Indonesia (1945-2014)ada dua pendapat mengenai perkembangan dan
peran Koperasi Indonesia. Pertama, kondisi dan
perkembangan serta peran koperasi Indonesia masih memprihatinkan. Kedua,
keberadaan koperasi sungguh membantu perekonomian Indonesia dan perkembangannya
juga selalu naik.
Pakar koperasi dan ekonomi Bernhard Limbong,
menyatakan, kondisi koperasi di Indonesia sampai tahun 2011 cukup
memperihatinkan. Sebanyak 27 persen dari 177.000 koperasi yang ada di Indonesia
atau sekitar 48.000 koperasi tidak aktif.
Menurut
Limbong, secara de facto, sosok peran koperasi masih jauh panggang dari api.
Kedudukan koperasi terstruktur dalam posisi yang marginal dan terkungkung dalam
masalah internal yang melemahkan. Komitmen amanat Pasal 33 UUD 1945, belum
berhasil menciptakan fondasi dan bangunan keekonomian koperasi yang kokoh dan
berketahanan.
Sebagai
badan usaha, koperasi dicitrakan gagal memenuhi harapan masyarakat luas, yaitu
entitas bisnis yang menguntungkan. Sebagai gerakkan ekonomi rakyat, koperasi
dianggap gagal menjadi actor sentral demokrasi ekonomi.
Menurut
Limbong, secara eksternal, pesatnya pengaruh globalisasi pasar bebas ekonomi
dunia telah menggiring perekonomian Indonesia ke arus kapitalisme yang
menggurita, dan pada gilirannya kian menyulitkan posisi dan peran koperasi di
zona ekonomi negeri ini.
Sementara
peran strategis negara untuk mewujudkan ideologi ekonomi berbasis koperasi
tidak secara nyata dan signifikan memberikan hak sosial ekonomi rakyat berupa
kemakmuran.
Sementara secara
internal, lambannya perkembangan serta pergerakan koperasi di Indonesia
disebabkan sejumlah faktor internal koperasi itu sendiri, seperti modal usaha
dan lapangan usaha terbatas. Dampkanya, sebagian koperasi hanya mengelola satu
jenis usaha, dan sifatnya temporer, serta monoton.
Selain
itu, kurangnya tenaga professional, bahkan sebagian masyarakat enggan masuk
sebagai pengelola koperasi karena dinilai tidak menjanjikan masa depan.
Permasalahan
lainnya adalah kepastian usaha, segmentasi pasar, dan daya dukung organisasi
yang sangat lemah. Percepatan usaha yang dimiliki berjalan lamban, dan kurang
mampu bersaing di pasar, baik pasar lokal, regional, dan nasional apalagi pasar
internasional
Tapi
jika kita lihat dari sisi lain, pertumbuhan
koperasi sedang berkembang walaupun tak begitu besar. Dapat kita rasakan dari
sebagian kecil dampaknya yaitu, Saat ini praktek rentenir telah mulai berkurang
di Indonesia. Hal tersebut disebabkan adanya kredit usaha rakyat (KUR). Di
samping itu Kementerian Koperasi dan UKM RI terus menyalurkan bantuan berupa
dana bergulir untuk koperasi yang sehat.
Pendapat Menteri Koperasi dan UKM, Syarief Hasan pun
menegaskan koperasi terus berkembang dan memberikan kontribusi nyata bagi
perekonomian nasional kita.
Data dari Kementerian
Koperasi dan UKM pada 2013 menampilkan ada 194.925 unit koperasi di Indonesia,
termasuk di dalamnya 1.472 unit koperasi nelayan yang tersebar di 23 provinsi.
Dengan jumlah anggota mencapai 33,6 juta orang. Setiap tahunnya, pertumbuhan
koperasi ini mencapai tujuh sampai delapan persen. Mayoritas koperasi yang
beroperasi adalah simpan pinjam.
Dari
data tersebut, Syarief berkeyakinan kuat bahwa koperasi akan makin tumbuh dan
berkembang pada tahun-tahun mendatang dan pada gilirannya akan ikut berperan
penting dalam mencapai pertumbuhan dan pemeratan ekonomi 7,7 persen,
pengurangan angka kemiskinan menjadi 8-10 persen, dan pengurangan angka
pengangguran mencapai 5 – 6 persen pada tahun 2014.
Syarief
tidak berlebihan, pengalaman sejak krisis ekonomi sejak tahun 1998 menunjukan
koperasi bersama UMKM memiliki kemampuan berakselarasi dan berdaya tahan tinggi.
Sebanyak 58 persen Produk Domestik Bruto (PDB) disumbangkan dari sektor
koperasi dan UMKM. Dari sektor koperasi pula Indonesia bisa menjaring
pengusaha. Ini penting karena rasio pengusaha di negara ini masih minim.
KESIMPULAN
Kita
sebagai masyarakat umum, tentu bisa menilai sendiri bagaimana keadaan koperasi
bangsa saat ini. Pandangan setiap orang berbeda-beda. Sebagian berpikir
koperasi tak lagi berjalan di perekonomian Indonesia disebababkan mereka tak
mengetahui dan merasakan kehadiran koperasi disekitar mereka terutama didaerah
perkotaan besar. Namun tak semuanya berpikir seperti yang lainnya, karna masih
banyak masyarakat yang merasakan dampak dari manfaat koperasi yang sedang
mereka dirikan. Seperti koperasi yang terdapat di perusahaan juga di desa-desa.
Mengapa
hal ini bisa terjadi? Perkembangan koperasi di Negara kita melaju sangat lamban
berbanding terbalik dengan perekonomian globalisasi. Sulitnya menerapkan manajemen profesional dalam menjalankan
bisnis koperasi yang ditandai dengan beberapa strategi, yakni berani merekrut
tenaga-tenaga profesional hebat dengan gaji besar, mengembangkan keahlian para
pengurus dan manajemen pengelola koperasi, menyiapkan dana khusus untuk
melakukan riset, kegiatan public relation, dan memperluas kemitraan juga
merupakan kesulitan yang harus dihadapi. Selain itu, faktor kurangnya
pengawasan yang ketat dari pemerintah mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan
kepentingan, bukan untuk kemajuan koperasi tapi hanya segelintir orang saja.
Saran.
1. Capacity
building di koperasi adalah suatu
keharusan, terutama dalam pengembangan teknologi dan sumber daya manusia.
Perhatian terhadap pengembangan kedua faktor tersebut harus lebih besar
daripada terhadap penyaluran dana.
2. Pelatihan SDM di
dalam koperasi pemahaman mengenai peluang pasar, teknik produksi, pengawasan
kualitas dll.
3. Pengawasan pemerintah
baik pusat maupun daerah, pengawasan dilakukan terhadap penyaluran dana
koperasi.
4. Kesadaran akan
pemerintah juga masyarakat sangat penting. Sebenarnya dengan perekonomian
masyarakat Indonesia yang menjadi konsumtif mengakibatkan laju inflasi yang
semakin buruk. Dengan banyaknya membeli produk impor maka produk dalam negri
takkan menang bersaing. Apalagi dengan produksi menegah-kecil sudah terpuruk
mengakibatkan kehadiran koperasi pun kian menipis.
SUMBER