Nama : Nurul Maghfiroh Jufrin
NPM : 26213733
Kelas : 2EB22
Aspek Hukum Dalam Ekonomi (Softskill Pertemuan Kedua)
BAB IV. HUKUM
PERIKATAN
PENGERTIAN HUKUM PERIKATAN
Perikatan adalah hubungan hukum
antara dua orang atau lebih didalam lapangan harta kekayaan dimana satu pihak
mempunyai hak dan pihak yang lain mempunyai kewajiban atas suatu prestasi.
Sedangkan perjanjian adalah perbuatan hukum. Unsur-unsur perikatan :
1.
Hubungan hukum.
2.
Harta kekayaan.
3.
Pihak yang berkewajiban dan pihak yang berhak.
4.
Prestasi.
Hak dan kewajiban para pihak
Debitur :
1.
Berkewajiban membayar utang (Schlud).
2.
Berkewajiban memberikan harta kekayaannya untuk
melunasi hutangnya (HAFTUNG).
Unsur-unsur objek perikatan :
a.
Objek tersebut tidak diperkenankan.
b.
Harus ditentukan, artinya harus ditentukan jenisnya.
Contoh : membeli motor merk Honda.
c.
Harus dimungkinkan, sesuai dengan akal pikiran. Contoh
: pengeluaran lebih besar daripada pendapatan.
Hubungan perikatan buku III dengan buku II adalah adanya lapangan harta kekayaan.
Buku II bersifat memaksa atau mengikat atau tertutup
Buku III bersifat mengatur atau melengkapi atau terbuka.
Ruang lingkup hukum perikatan :
Hubungan perikatan buku III dengan buku II adalah adanya lapangan harta kekayaan.
Buku II bersifat memaksa atau mengikat atau tertutup
Buku III bersifat mengatur atau melengkapi atau terbuka.
Ruang lingkup hukum perikatan :
A. Perikatan
pada umumnya :
·
Pengaturan hukum perikatan.
·
Pengertian-pengertian hukum perikatan.
·
Subjek perikatan.
·
Objek perikatan.
·
Sumber perikatan.
·
Jenis-jenis perikatan.
B. Perikatan
yang bersumber dari perjanjian :
·
Pengertian perjanjian.
·
Syarat sahnya perjanjian.
·
Unsur-unsur perjanjian.
·
Jenis perjanjian.
·
Akibat hukum suatu perjanjian.
·
Hapusnya perjanjian.
C. Perikatan
yang bersumber dari undang-undang :
·
Perikatan yang lahir dari undang-undang saja.
·
Perikatan yang lahir dari undang-undang karena
peruatan manusia yang sah.
·
Perbuatan melawan hukum :Pengaturan,Pengertian,Unsur-unsur,Akibat
hukum.
Macam-macam perikatan :
1.
Perikatan
bersyarat
2.
Perikatan yang
digantungkan pada suatu ketetapan waktu
3.
Perikatan yang
membolehkan memilih
4.
Perikatan
tanggung menanggung
5.
Perikatan yang
dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
6.
Perikatan
tentang penetapan hukuman
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber yaitu
:
1.
Perikatan yang
timbul dari persetujuan
2.
Perikatan yang
timbul dari undang-undang
3.
Perikatan
terjadi bukan perjanjian
Wanprestasi dan Akibat-Akibatnya
Wanprestasi adalah prestasi yang tidak terpenuhi. Apabila si berhutang (debitur), tidak melakukan apa yang dijanjikan akan dilakukannya, maka di katakana bahwa ia melakukan “wanprestasi”. Perkataan “wanprestasi” berasal dari bahasa belanda yang berarti prestasi buruk.
Ada 4 bentuk wanprestasi, yaitu :
Wanprestasi adalah prestasi yang tidak terpenuhi. Apabila si berhutang (debitur), tidak melakukan apa yang dijanjikan akan dilakukannya, maka di katakana bahwa ia melakukan “wanprestasi”. Perkataan “wanprestasi” berasal dari bahasa belanda yang berarti prestasi buruk.
Ada 4 bentuk wanprestasi, yaitu :
1. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali
2. Debitur memenuhi prestasi namun tidak baik/keliru
3. Debitur memenuhi prestasi tetapi tidak tepat
waktunya
4. Prestasi yang bertentangan dengan apa yang di
tentukan dalam perjanjian
Hapusnya Perikatan
Pasal 1381
Perikatan hapus :
Pasal 1381
Perikatan hapus :
a. Karena pembayaran
b. karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan
penyimpanan atau penitipan
c. Karena pembaruan utang
d. Karena penjumpaan utang atau kompensasi
e. Karena percampuran utang
f. Karena pembebasan utang
g. Karena musnahnya barang yang terutang
h. Karena kebatalan atau pembatalan
BAB V HUKUM PERJANJIAN
Menurut Pasal 1313 KUH
Perdata Perjanjian adalah Perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini,
timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang disebut
Perikatan yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing
pihak. Perjanjian adalah sumber perikatan.
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai
hubungan bisnis antara orang dengan orang atau orang dengan perusahaan dalam
urusan jual-beli, sewa-menyewa, pinjam pakai dll Kegiatan ini menyangkut
perikatan dalam ranah privat dan diatur dalam berbagai aturan antara lain Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) dan hukum Adat. Kegiatan tersebut biasanya
tertuang dalam bentuk tertulis yang sehari-hari sering kita lihat, kita
saksikan bahkan kita lakukan sendiri dalam pembuatan kontrak,rekes maupun
surat-surat resmi lainnya
Beberapa contoh perjanjian kegiatan yang sering
dilakukan masyarakat seperti jual-beli, sewa-menyewa maupun pinam pakai yang
disajikan dibawah ini dapat menjadi acuan untuk memenuhi kebutuhan
kita dalam melakukan salah satu kegiatan ekonomi tesebut. Pada prinsipnya
hubungan bisnis ini menganut kebebasan masing-masing untuk berkontrak dan
menganut azas “Pacta Sunt Servanda” yaitu semua persetujuan yang dibuat berlaku
sebagai undang-undang bagi para pihak yang terikat dan harus dilaksanakan
dengan itikad baik. (Psl 1338 KUHPer). Pada umumnya perikatan lahir dari
persetujuan atau karena undang-undang (Psl.1233 KUHPer). Perikatan diartikan
sebagai memberikan sesuatu,berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu
(Psl. 1234 KUHPer). Sedangkan persetujuan /perjanjian merupakan perbuatan
seseorang atau lebih yang mengikatkan diri kepada seorang maupun lebih (Psl.
1313 KUHPer). Agar suatu persetujuan/perjanjian dianggap sah harus
dipenuhi 4 (empat) syarat yaitu :
1.
Kesepakatan bagi mereka yang mengikatkan diri (Psl. 1320
ayat (1) KUHPer)
2.
Kecakapan untuk melakukan perikatan (Psl. 1320 ayat
(2) KUHPer)
3.
Mengenai suatu pokok persoalan tertentu (Psl. 1320
ayat (3) KUHPer)
4.
Oleh sebab yang tidak terlarang (Psl. 1320 ayat (3)
KUHPer)
Suatu
persetujuan dapat diadakan dengan cuma-cuma atau dengan memberatkan.
Persetujuan cuma-cuma adalah perjanjian yang dilakukan satu pihak yang akan
memberikan suatu keuntungan bagi pihak lain dengan tidak menerima imbalan.
Sedangkan persetujuan dengan memberatkan mewajibkan para pihak memberikan
sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Perjanjian tidak
terlaksanan atau mempunyai kekuatan mengikat apabila timbul dari kekhilafan
atau diperoleh karena paksaan atau penipuan Psl. 1321 KUHPer). Setiap
orang berwenang untuk membuat perjanjian/perikatan kecuali mereka yang
dinyatakan tidak cakap untuk itu (Psl 1329. KUHPer) meliputi :
1.
Anak yang belum dewasa (Psl. 1330 ayat (1) KUHPer)
2.
Seseorang dibawah pengampuan (Psl. 1330 ayat (2)
KUHPer)
3.
Wanita yang telah kawin (Psl. 1330 ayat (2) KUHPer). (Catatan: Mahkamah
Agung telah mengeluarkan Surat Edaran No.3/1963 tanggal 5 September 1963 yang
menyatakan bahwa Psl 108 dan 110 KUHPer yang mengatur seorang istri dalam
melakukan perbuatan hukum dan menghadap di muka pengadilan harus seizin suami sudah
tidak berlaku lagi)
4.
Semua orang yang oleh undang-undang dilarang membuat
perjanjian/persetujuan tertentu (Psl. 1330 ayat (3) KUHPer).
Persetujuan mengikat apabila dengan tegas ditentukan
didalamnya, namun juga menurut sifat persetujuannya dapat dituntut berdasarkan
keadilan, kepatutan dan undang-undang (Pasal 1339 KUH Per).
Persetujuan tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua
belah pihak atau disebabkan alasan karena undang-undang (Pasal 1338 KUH
Per). Perikatan yang dibuat karena paksaan, penyesatan atu penipuan menimbulkan
tututan pembatalannya (Pasal 1449 KUH Per).. Bila tuntutan pernyataan batalnya
suatu perikatan tidak dibatasi waktunya berdasarkan ketentuan undang-undang
yang khusus maka pembatasan ditetapkan 5 tahun dan mulai diberlakukan : (Pasal
1454 KUH Per).
1.
Untuk kebelumdewasaan terhitung sejak hari
kedewasaan;
2.
Untuk pengampuan sejak pencabutan pengampuan
3.
Untuk paksaan sejak paksaan itu berhenti
4.
Untk penyesatan atau penipuan sejak diketahuinya
penyesatan atau penipuan
5.
Untuk perbuatan seorang bersuami yang dilakukan tanpa
surat kuasa si suami terhitung sejak pembubaran perkawinan.
6.
Untuk segala tindakan yang tidak diwajibkan yang
dilakukan debitur yang menyebabkan kerugian kreditur,
Sejak adanya
kesadaran perlunya dibatalkan (Psl 1341 dan 1454 KUHPer) Bagi salah
satu pihak yang perikatannya tidak dipenuhi pihak lain dapat memilih tindakan
untuk memaksa pihak lain untuk memenuhi persetujuan apabila masih
dimungkinkan atau menuntut pembatalan persetujuan dengan penggantian biaya
kerugian dan bunga (1267 KUHPer) Penggantian kerugian dapat dilakukan apabila
pihak lain telah dinyatakan lalai untuk memenuhi kewajibannya dan telah
melampaui tenggang wakltu yang ditentukan sejak pemberitahuan. ( Pas 1243
KUHPer) Debitor harus dihukum untuk mengganti biaya kerugian dan bunga
apababila ia tidak dapat membuktikan tidak dilaksanakannya perikatan itu atau
tidak tepatnya waktu pelaksanaan perikatan itu disebabkan oleh keadaan yang tidak
terduga diluar kemampuan/kekuasaannya (force majeur) serta bukan karena itikad
buruk ( Psl 1244 dan Psl 1245 KUHPer). Biaya ganjti rugi dan bunga yang dapat
dituntut kreditur terdiri atas kerugian yang telah didertitanya dan keuntungan
yang sedianya akan diperolehnya. Psl 1245 KUHPer).
“Perancangan Kontrak”
Perancangan Kontrak (Contract Drafting) tidak sama
dengan Hukum Perjanjian (Law of Contract). Dalam perancangan kontrak adalah
bagaimana kita mewujudkan aspirasi dalam bahasa hukum sehingga kata demi kata
dan kalimat yang tertuang dapat dibuktikan di mata hukum atau persidangan.
Kalimat yang tertuang jangan berupa kalimat yang ambigu, tidak jelas, tidak
limitatif, dan tidak tegas. Hal yang perlu kita perhatikan adalah bagaimana
cara mengamankan dengan baik, hak dan kewajiban masing-masing pihak,tidak melanggar
ketentuan dan peraturan yang berlaku. Anatomi Kontrak terdiri dari:
a.
bagian Pendahuluan – sub bag pembuka berisi kata
pembuka, termasuk penyingkatan judul perjanjian dan tanggal perjanjian. – sub
bagian pencantuman identitas para pihak berisi elaborasi dari pihak yang
mengikatkan diri pada perjanjian. – sub bagian Penjelasan berisi penjelasan
mengapa para pihak membuat perjanjian.
b.
ISI a. Klausula Definisi mengatur tentang berbagai
definisi interpretasi maupun konstruksi dalam perjanjian (untuk menghidnari
salah tafsir) b. Klausula Transaksi menterjemahkan transaksi c. Klausula
Spesifik mengatur spesifikasi Barang dan/atau Jasa yang dibutuhkan. d. Klausula
Ketentuan Umum
c.
Penyelesaian Sengketa Dalam pemerintah yaitu
harus di dalam negeri dan sesuai hukum Indonesia.
d.
Lampiran Yang harus kita telaah yaitu Isi di klausula
transaksi dan klausula spesifik.
”
Perjanjian/Kontrak”
a.
Pengertian Perjanjian adalah suatu ikatan atau
hubungan hukum mengenai benda-benda (barang) atau kebendaan (jasa) antara dua
pihak atau lebih, dimana para pihak tersebut saling berjanji atau dianggap
saling berjanji untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
b.
Unsur-unsur Perjanjian/Kontrak
c.
jenis Perjanjian Pengadaan
Syarat Sahnya Perjanjian
KUH Perdata
menentukan empat syarat yang harus ada pada setiap perjanjian, sebab dengan
dipenuhinya syarat syarat inilah suatu perjanjian itu berlaku sah.
Adapun
keempat syarat sebagaimana ditentukan dalam pasal 1320 KUH Perdata tersebut
adalah :
1.
Sepakat meeka yang mengikatkan dirinya
2.
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3.
Suatu hal tertentu
4.
Suatu sebab yang halal
·
ad.1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Dengan kata
sepakat dimaksudkan bahwa kedua subjek yang mengadakan perjanjian itu harus
bersepakat, para pihak setuju atau seria sekata mereka mengenai hal hal yang
pokok dari perjanjian yang di adakan itu. Apa yang di kehendaki oleh pihak yang
satu jugadikehendaki pihak lain. Mereka menghendaki sesuatu hal yang sama
secara timbal balik, misalnya seorang penjualsuatu benda untuk mendapatkan
uang, sedangkan si pembeli mengiginkan benda itu dari yang menjualnya .
Dalam hal
ini kedua belah pihak dalam suatu perjanjian harus mempunyai kemauan yang bebas
untuk mengikatkan diri dan kemauan itu harus di nyatakan
·
ad.2. kecakapan untuk membuat perjanjian .
Kecakapan
disini orang yang cakap yang dimaksudkan adalah mereka yang telah berumur 21
tahun atau belum berumur 21tahun tetapi teklah pernah kawin . sedangkan UU No 1
tahun 1974 pasal 7 pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah
mencapai usia 16 tahun . tidak termasuk otang otang yang sakit ingatan atau bersifat
pemboros yang karena itu oleh pengadilan diputuskan berada dibawah pengampuan
dan seorang perempuan yang masih bersuami .
Mengenai
seorang perempuan yang masih bersuami setelah dikeluarkan surat edaran mahkamah
agung No . 3 Tahun 1963 , maka sejak saat itu seorang perempuan yang masih
mempunyai suami telah dapat bertindak bebas dalam melakukan perbuatan hukum
serta sudah di perbolehkan menghadap di muka pengadilan tampa seizin suami .
·
ad.3. suatu hal tertentu
Suatu hal
tertenru makudnya adalah sekurang kurangnya macam atau jenis benda dalam
perjanjian itu sudah di tentukan , misalnya jual beli beras sebanyak 100
kilogram adalah di mungkinkan asal disebut macam atau jenis dan rupanya ,
sedangkan jual beli beras 100 kilogram tanpa disebutkan macam atau jenis ,
warna dan rupanya dapat dibatalkan .
·
ad.4. suatu sebab yang halal
Dengan
syarat ini dimaksudkan adalah tujuan dari perjanjian itu sendiri . sebab yang
tidak halal adalah yang berlawanan dengan undang undang kesusilsaan dan
ketertiban umum
Dari syarat-syarat
sahnya perjanjian tersebut di atas, kedua syarat pertama, yaitu sepakat mereka
yang mengingatkan diri dan kecakapan untuk membuat perjanjian dinamakan syarat
subjektif karena kedua syarat tersebut mengenai subjek pejanjian .
Syarat
subjektif adalah suatu syarat yang menyangkut pada subjek subjek prjanjian itu
atau dengan perkataan lain, syarat syarat yang harus dipenuhi oleh mereka yang
membuat perjanjian, hal ini meliputi kesepakatan mereka yang mengikatkan
dirinya dengan kecakapan pihak yang membuat perjanjian.
Apabila
syarat subjek tidak dipenuhi, maka perjanjianya bukan batal demi hukum tetapi
salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjiaan itu dibatalkan
.
BAB VI HUKUM DAGANG
KUH Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
diberlakukan di Hindia Belanda (Indonesia) berdasarkan asas konkordansi. Asas
Konkordansi menyatakan bahwa hukum yang berlaku di Belanda, berlaku juga
di Hindia Belanda atas dasar asas unifikasi. Wetbook van Koophandel disahkan
oleh Pemerintah Belanda dan mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 1838.
Berdasarkan asas konkordansi, diberlakukan di Hindia Belanda berdasarkan
Staatblaad 1847 No. 23 yang mulai berlaku pada tanggal 1 mei 1848.
Apabila dirunut kebelakang, Wetbook van Koophandel
atau Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Hindia Belanda) merupakan turunan dari
Code du Commerce, Perancis tahun 1808, namun demikian, tidak semua isi dari
Code du Commerce diambil alih oleh Pemerintah Belanda. Misalnya tentang
Peradilan khusus yang mengadili perselisihan dalam lapangan perniagaan, yang
dalam code du commerce ditangani oleh lembaga peradilan khusus (speciale
handelrechtbanken), tetapi di Belanda perselisihan ini ditangani dan menjadi
jurisdiksi peradilan biasa.
Sementara itu, di Perancis sendiri Code du
Commerce 1908 merupakan kodifikasi hasil penggabungan dari dua kodifikasi hukum
yang pernah ada dan berlaku sebelumnya, yaitu Ordonance du Commerce 1963 dan
Ordonance de la Marine 1681. Kodifikasi Perancis yang pertama ini terjadi
atas perintah ra Lodewijk.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang masih berlaku di
Indonesia berdasarkan Pasal 1 aturan peralihan UUD 1945 yang pada pokoknya
mengatur bahwa peraturan yang ada masih tetap berlaku sampai pemerintah
Indonesia memberlakukan aturan penggantinya. Di negeri Belanda sendiri Wetbook
van Koophandel telah mengalami perubahan, namun di Indonesia Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang tidak mengalami perubahan yang komprehensif sebagai
suatu kodifikasi hukum. Namun demikian kondisi ini tidak berarti bahwa sejak
Indonesia merdeka, tidak ada pengembangan peraturan terhadap permasalahan
perniagaan. Perubahan pengaturan terjadi, namun tidak tersistematisasi dalam
kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Strategi perubahan pengaturan
terhadap masalah perniagaan di Indonesia dilakukan secara parsial (terhadap
substansi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) dan membuat peraturan baru terhadap
substansi yang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang pada dasarnya memuat
dua (2) substansi besar, yaitu tentang dagang pada umumnya dan tentang hak-hak
dan kewajiban-kewajiban yang terbit dari pelayaran.
Bursa yang diaitur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang telah mengalami perkembangan yang sangat pesat melalui lembaga pasar
modal sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan
Bursa Komoditi Berjangka yang diatur dalam UU No. 32 Tahun 1997 tentang
Perdagangan Berjangka Komoditi. Terhadap ketentuan wesel, cek, promes,
sekalipun belum diubah tetapi lembaga surat berharga telah dilengkapi dengan
berbagai peraturan yang tingkatnya dibawah UU, khusus untuk Surat Utang Negara
(SUN), yang termasuk dalam kategori surat berharga, diatur dalam UU No. 24
Tahun 2002. Sementara tentang Pertanggungan (asuransi) telah berkembang menajdi
industri yang sangat besar. Pengaturan terhadap pertanggungan telah mengalami
perkembangan yang cukup mendasar, khususnya dengan diberlakukannya UU No. 2
Tahun 1992 tentang Perasuransian.
A.
Hubungan Hukum Dagang dan Hukum Perdata
Apabila dirunut, perikatan dapat terjadi dari
perjanjian atau undang-undang (Pasal 1233 KUH Perdata). Hukum dagang sejatinya
terletak dalam hukum perikatan, yang khusus timbul dari lapangan perusahaan.
Perikatan dalam ruang lingkup ini ada yang bersumber dari perjanjian dan dapat
juga bersumber dari undang-undang.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa hukum
dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan.
Hukum perdata diatur dalam KUH Perdata dan Hukum Dagang diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Kesimpulan ini sekaligus menunjukkan
bagaimana hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata. Hukum perdata
merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan hukum khusus
(lex specialis). Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum tersebut,
maka dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis derogat lex
generalis, artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang
bersifat umum. Adagium ini dapat disimpulkan dari pasal 1 Kitab undang-Undang
Hukum Dagang yang pada pokoknya menyatakan bahwa: “Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus
diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang
disinggung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
B.
BERLAKUNYA HUKUM DAGANG
Sebelum tahun 1938 Hukum Dagang hanya mengikat para
pedagang saja. Kemudian, sejak tahun 1938 pengertian dari perdagangan mengalami
perluasan kata menjadi segala kegiatan yang berkaitan dengan usaha. Jadi sejak
saat itulah Hukum Dagang diberlakukan bukan Cuma untuk pedagang melainkan juga
untuk semua orang yang melakukan kegiatan usaha.
Yang dinamakan perusahaan adalah jika memenuhi
unsur-unsur dibawah ini, yakni :
1.
Terang-terangan
2.
Teratur bertindak keluar, dan
3.
Bertujuan untuk memperoleh keuntungan materi
Sementara itu, untuk pengertian pengusaha adalah
setiap orang atau badan hukum yang langsung bertanggungjawab dan mengambil
risiko di dalam perusahaan dan juga mewakilinya secara sah. Perusahaan tebagi
menjadi tiga jenis, diantaranya :
1.
Perusahaan Seorangan
2.
Perusahaan Persekutuan (CV)
3.
Perusahaan Terbatas (PT)
C.
HUBUNGAN PENGUSAHA DAN PEMBANTUNYA
Dalam menjalankan suatu perusahaan pasti akan
dibutuhkannya tenaga bantuan atau biasa disebut dengan pembantu-pembantu.
Pembantu-pembantu disini memiliki dua fungsi, yakni pembantu di dalam
perusahaan dan pembantu di luar perusahaan.
Ø Pembantu di
dalam perusahaan
Memiliki hubungan yang bersifat sub-ordinal, yaitu
hubungan atas dan hubungan bawah sehingga berlaku hubungan perburuhan, misalnya
pemimpin perusahaan, pemegang prokurasi, pemimpin filial, pedagang keliling,
dan pegawai perusahaan.
Ø Pembantu di
luar perusahaan
Memiliki hubungan yang bersifat koordinasi, yaitu
hubungan yang sejajar sehingga berlaku suatu perjanjian pemberian kuasa antara
pemberi kuasa dan penerima kuasa yang akan memperoleh upah, seperti yang diatur
dalam Pasal 1792 KUH Perdata, misalnya pengacara, notaris, agen perusahaan,
makelar dan komisioner.
Maka dapat disimpulkan hubungan hukum yang terjadi dapat bersifat:
§ Hubungan
perburuhan, sesuai Pasal 1601 a KUH Perdata
§ Hubungan
pemberian kuasa, sesuai Pasal 1792 KUH Perdata
§ Hubungan
hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdata
·
Pengusaha dan Kewajibannya
Menurut undang-undang terdapat dua macam kewajiban yang harus dilakukan oleh
pengusaha, yaitu:
1. Membuat
pembukuan (sesuai dengan Pasala 6 KUH Dagang Yo Undang-undang
Nomor 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan)
2. Mendaftarkan
perusahaannya (sesuai Undang-undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan)
PENGUSAHA DAN KEWAJIBANNYA
Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan
perusahaan.
Menurut undang-undang, ada dua kewajiban yang harus
dipenuhi oleh pengusaha, yaitu :
1.
Membuat pembukuan
Pasal 6 KUH Dagang, menjelaskan makna pembukuan yakni
mewajibkan setiap orang yang menjalankan perusahaan supaya membuat catatan atau
pembukuan mengenai kekayaan dan semua hal yang berkaitan dengan perusahaan,
sehingga dari catatan tersebut dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak.
Selain itu, di dalam Pasal 2 Undang-Undang No.8 tahun
1997, yang dimaksud dokumen perusahaan adalah :
a)
Dokumen keuangan
Terdiri dari catatan, bukti pembukuan, dan data
administrasi keuangan yang merupakan bukti adanya hak dan kewajiban serta
kegiatan usaha suatu perusahaan
b)
Dokumen lainnya
Terdiri dari data atau setiap tulisan yang berisi
keterangan yang mempunyai nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak terkait
langsung dengan dokumen keuangan.
2.
Mendaftarkan Perusahaan
Dengan adanya Undang-Undang No. 3 tahun 1982 tentang
Wajib Daftar Perusahaan maka setiap orang atau badan yang menjalankan
perusahaan menurut hukum wajib untuk melakukan pendaftaran tentang segala
sesuatu yang berkaitan dengan usahanya sejak tanggal 1 Juni 1985.
Dalam Undang-Undang No.3 tahun 1982 tentang Wajib
Daftar Perusahaan, yang dimaksud daftar perusahaan adalah daftar catatan resmi
yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan undang-undang ini atau
peraturan pelaksanaannya, memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap
perusahaan, dan disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran
perusahaan.
Pasal 32-35 Undang-Undang No.3 tahun 1982 merupakan
ketentuan pidana, sebagai berikut :
a. Barang siapa
yang menurut undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya diwajibkan
mendaftarkan perusahaan dalam daftar perusahaan yang dengan sengaja atau karena
kelalaiannya tidak memenuhi kewajibannya diancam dengan pidana penjara
selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp.
3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
b. Barang siapa
melakukan atau menyuruh melakukan pendaftaran secara keliru atau tidak lengkap
dalam daftar perusahaan diancam pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan
atau pidana denda setinggi-tingginya Rp. 1.500.000,00 (satu juta lima ratus
ribu rupiah).
SUMBER:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar