I.
Profesi
1.
Pengertian
Profesi
Profesi adalah
suatu pekerjaan yang melaksanakan tugasnya memerlukan atau menuntut keahlian
(expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi.
Keahlian yang diperoleh dari lembaga pendidikan khusus diperuntukkan untuk itu
dengan kurikulum yang dapat dipertanggung jawabkan. Seseorang yang menekuni
suatu profesi tertentu disebut professional, sedangkan professional sendiri
mempunyai makna yang mengacu kepada sebutan orang yang menyandang suatu profesi
dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai
dengan profesinya (Agus Ariyanto, 2011: 27).
2.
Ciri-ciri
dari Profesi
a.
Keterampilan yang berdasar pada
pengetahuan teoretis
Seorang professional harus memiliki pengetahuan
teoretis dan keterampilan mengenai bidang teknik yang ditekuni dan bisa
diterapkan dalam pelaksanaanya atau prakteknya dalam kehidupan sehari-hari.
b.
Asosiasi Profesional
Merupakan suatu badan organisasi yang biasanya
diorganisasikan oleh anggota profesi yang bertujuan untuk meningkatkan status
para anggotanya.
c.
Pendidikan yang Ekstensi
Profesi yang prestisius biasanya memerlukan
pendidikan yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi. Seorang professional
dalam bidang teknik mempunyai latar belakang pendidikan yang tinggi baik itu
dalam suatu pendidikan formal ataupun non formal.
d.
Ujian Kompetisi
Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya
ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan
teoretis.
e.
Pelatihan institutional
Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk
mengikuti pelatihan istitusional dimana calon profesional mendapatkan
pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi. Peningkatan
keterampilan melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan.
f.
Lisensi
Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses
sertifikasi sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa
dipercaya.
g.
Otonomi kerja
Profesional cenderung mengendalikan kerja dan
pengetahuan teoretis mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar.
h.
Kode etik
Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi
para anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan.
i.
Mengatur diri
Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya
sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang
lebih senior, praktisi yang dihormati, atau mereka yang berkualifikasi paling
tinggi.
j.
Layanan publik dan altruism
Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat
dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik, seperti layanan dokter
berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat.
k.
Status dan imbalan yang tinggi
Profesi
yang paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang
layak bagi para anggotanya. Hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan
terhadap layanan yang mereka berikan bagi masyarakat.
II.
Etika
Profesi
1.
Pengertian
Etika Profesi
Etika profesi menurut keiser dalam ( Suhrawardi
Lubis, 1994:6-7 ) adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan
professional terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban dan keahlian sebagai
pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat.
2.
Pengertian
Kode Etik Profesi
Kode etik profesi adalah system norma, nilai dan
aturan professional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan
baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi professional. Kode etik
menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus
dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik yaitu agar
professional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau
nasabahnya. Dengan adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak
professional.
3.
8
Prinsip Etika Profesi Akuntansi
1. Tanggung jawab profesi,
dimana seorang akuntan harus bertanggung jawab secara professional terhadap
semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang bertanggung
jawab karena dia tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan memperbaiki
kesalahan tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan merupakan keadaan
dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.
2. Kepentingan publik,
dimana akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka yang berhubungan
dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus ini
akuntan PT. KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena diduga
sengaja memanupulasi laporan keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya
menderita kerugian namun karena manipulasi tersebut PT. KAI terlihat mengalami
keuntungan. Hal ini tentu saja sangat berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena,
apabila kerugian tersebut semakin besar namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI
bisa tidak sanggup menanggulangi kerugian tersebut.
3. Integritas,
dimana akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus
ini akuntan PT. KAI tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan
manipulasi laporan keuangan.
4. Objektifitas,
dimana akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau tidak
memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak obyektif karena
diduga telah memanipulasi laporan keuangan sehingga hanya menguntungkan
pihak-pihak tertentu yang berada di PT. KAI.
5. Kompetensi dan kehati-hatian
professional, akuntan dituntut harus
melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan
ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam kasus ini,
akuntan PT. KAI tidak melaksanakan kehati-hatian profesional sehingga terjadi
kesalahan pencatatan yang mengakibatkan PT. KAI yang seharusnya menderita
kerugian namun laporan keuangan mengalami keuntungan.
6. Kerahasiaan,
akuntan harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan
jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut
tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum
untuk mengungkapkannya. Dalam kasusun ini akuntan sudah menerapkan prinsip
kerahasiaan karena hanya melaporkan laporan yang dapat dipublikasikan saja.
7. Perilaku profesional,
akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten
selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesinya. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak
berperilaku profesional yang menyebabkan kekeliruan dalam melaporkan laporan
keuangan, dan hal ini dapat mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.
8. Standar teknis,
akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi
standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya
dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan
penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip
integritas dan obyektifitas. Dalam kasus ini akuntan tidak melaksanakan prinsip
standar teknis karena tidak malaporkan laporan keuangan sesuai dengan standar
akuntansi keuangan. Contohnya, pada saat PT Kereta Api Indonesia telah
tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan
keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal,
berdasarkan standar akuntansi keuangan, ia tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk
pendapatan atau asset.
4.
Tiga
Fungsi dari Kode Etik Profesi
a.
Kode etik profesi memberikan pedoman
bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang
digariskan
b.
Kode etik profesi merupakan sarana
kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan
c.
Kode etik profesi mencegah campur tangan
pihak diluar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan
profesi
Kasus Pelanggaran Etika
Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. KAI tahun 2006
Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan
keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan
sebesar Rp, 6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci,
perusahaan seharusnya menderita kerugian sebesar Rp. 63 Miliar. Komisaris PT
KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat
Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan
itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap
laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan
oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan
akuntan publik.
Hasil audit tersebut kemudian diserahkan direksi PT
KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam rapat umum pemegang saham, dan
komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI
tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik ditemukan adanya kejanggalan
dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005 :
1. Pajak
pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan
keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005.
2. Kewajiban
PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN)
sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada
akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan
kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal
berdasarkan Standart Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih
itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam
mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
3. Penurunan
nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24 Miliar yang
diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI
sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih
tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp
6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
4. Bantuan
pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai komulatif
sebesar Rp 674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp 70 Miliar oleh
manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian
dari hutang. Akan tetapi menurut Hekinus bantuan pemerintah dan penyertaan
modal harus disajikan sebagai bagian dari modal perseroan.
5. Manajemen
PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak
tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan
pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara
komisaris dan auditor akuntan publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata
kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat
komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa dibuka akses terhadap laporan
keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit
laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi
Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi
teguran atau pencabutan izin praktek. (Harian KOMPAS Tanggal 5 Agustus 2006 dan
8 Agustus 2006).
Kasus PT KAI di atas menurut beberapa sumber yang
saya dapat, berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi
berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena
tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa menyebabkan masalah yang
sangat menyesatkan.
Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah
dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam
laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan standar
akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan masih bisa
diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor menyatakan
Laporan Keuangan itu wajar. Tidak ada penyimpangan dari standar akuntansi
keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan.
Dari informasi yang didapat, sejak tahun 2004
laporan PT KAI diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun
sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai auditor perusahaan kereta api tersebut.
Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik yang mengaudit Laporan
Keuangan PT KAI melakukan kesalahan.
Profesi Akuntan menuntut profesionalisme,
netralitas, dan kejujuran. Kepercayaan masyarakat terhadap kinerjanya tentu
harus diapresiasi dengan baik oleh para akuntan. Etika profesi yang disepakati harus
dijunjung tinggi. Hal itu penting karena ada keterkaitan kinerja akuntan dengan
kepentingan dari berbagai pihak. Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan.
Pemerintah, kreditor, masyarakat perlu mengetahui kinerja suatu entitas guna
mengetahui prospek ke depan. Yang Jelas segala bentuk penyelewengan yang
dilakukan oleh akuntan harus mendapat perhatian khusus dan tindakan tegas perlu
dilakukan. http://adhiesuseno.blogspot.co.id/2015/09/analisis-kasus-pelanggaran-etika.html
Pembahasan
Berdasarkan kasus yang terjadi didalam
PT. KAI dapat disimpulkan bahwa Laporan Keuangan PT KAI
disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat
kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai
dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan
masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor
menyatakan laporan keuangan itu wajar. Tidak ada penyimpangan dari standar
akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan. Kasus ini juga
berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi yang
menurut saya, akuntan internal di PT. KAI belum sepenuhnya menerapkan 8 prisip
etika akuntan. Kedelapan prinsip akuntan tersebut yaitu:
1. Tanggung jawab profesi,
dimana seorang akuntan harus bertanggung jawab secara professional terhadap
semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang bertanggung
jawab karena dia tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan memperbaiki
kesalahan tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan merupakan keadaan
dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.
2. Kepentingan publik,
dimana akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka yang
berhubungan dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam
kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena
diduga sengaja memanupulasi laporan keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya
menderita kerugian namun karena manipulasi tersebut PT. KAI terlihat mengalami keuntungan.
Hal ini tentu saja sangat berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena, apabila
kerugian tersebut semakin besar namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI bisa tidak
sanggup menanggulangi kerugian tersebut.
3. Integritas,
dimana akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus
ini akuntan PT. KAI tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan
manipulasi laporan keuangan.
4. Objektifitas,
dimana akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau tidak
memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak obyektif karena
diduga telah memanipulasi laporan keuangan sehingga hanya menguntungkan
pihak-pihak tertentu yang berada di PT. KAI.
5. Kompetensi dan kehati-hatian
professional, akuntan dituntut harus melaksanakan
jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan,
serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan
profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam kasus ini, akuntan PT. KAI
tidak melaksanakan kehati-hatian profesional sehingga terjadi kesalahan
pencatatan yang mengakibatkan PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun
laporan keuangan mengalami keuntungan.
6. Kerahasiaan,
akuntan harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan
jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut
tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum
untuk mengungkapkannya. Dalam kasusun ini akuntan sudah menerapkan prinsip
kerahasiaan karena hanya melaporkan laporan yang dapat dipublikasikan saja.
7. Perilaku profesional,
akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten
selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesinya. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak
berperilaku profesional yang menyebabkan kekeliruan dalam melaporkan laporan
keuangan, dan hal ini dapat mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.
8. Standar teknis,
akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi
standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya
dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan
penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip
integritas dan obyektifitas. Dalam kasus ini akuntan tidak melaksanakan prinsip
standar teknis karena tidak malaporkan laporan keuangan sesuai dengan standar
akuntansi keuangan. Contohnya, pada saat PT Kereta Api Indonesia telah
tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan
keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal,
berdasarkan standar akuntansi keuangan, ia tidak dapat dikelompokkan dalam
bentuk pendapatan atau asset.
SARAN
:
Komite Audit tidak berbicara kepada publik, karena
esensinya Komite Audit adalah organ Dewan Komisaris sehingga pendapat dan
masukan Komite Audit harus disampaikan kepada Dewan Komisaris. Apabila Dewan
Komisaris tidak setuju dengan Komite Audit namun Komite Audit tetap pada
pendiriannya, Komite Audit dapat mencantumkan pendapatnya pada laporan komite
audit yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan.
Managemen menyusun laporan keuangan secara tepat
waktu, akurat dan full disclosure.
Komite Audit dan Dewan Komisaris sebaiknya melakukan
inisiatif untuk membangun budaya pengawasan dalam perusahaan melalui proses
internalisasi, sehingga pengawasan merupakan bagian tidak terpisahkan dari
setiap organ dan individu dalam organisasi.
Daftar Pustaka
Agus Arijanto. 2011.Etika Bisnis bagi Pelaku Bisnis.Rajawali Pers.Jakarta.
Kanisius.2000.Pengantar
Etika Bisnis.Penerbit Kanisius.Yogyakarta.
Suhrawardi Lubis K.1994.Etika Profesi Hukum.Sinar Grafika.Jakarta
Pelanggaran Etika Skandal Manipulasi Laporan
Keuangan PT. KAI tahun 2006/http://adhiesuseno.blogspot.co.id/Diakses
: 11 Oktober 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar