Our Love Story
Bab 1. Masa Lalu…
By : Nurul MJ
Ini adalah cerita dan cerbung pertama saya yang dipublish, deg-degkan banget, sumpah! kritik dan saran apapun saya terima demi meningkatkan kemampuan menulis. Saya masih pemula banget, jadi masih anget-anget bau kencur dalam bidang menulis. Tapi saya harapkan agar para bloggers juga pengguna internet yang ingin memberikan kritik maupun saran menggunakan bahasa yang sopan. Tunjukkanlah kita sebagai manusia berakal budi dan beretika baik. Hei, itu ciri khas bangsa. Happy reading guys.................
Manusia
makhluk yang paling sempurna yang diciptakan oleh Tuhan. Sadarkah kalian jika
manusia juga merupakan makhluk yang paling lemah? Lemah dalam arti yang
sebenarnya. Apa kalian merasakan jika kalian takkan pernah bisa melakukan
sesuatu tanpa hadirnya oranglain? Seegoisnya dan seangkuhnya manusia pasti dia
memiliki titik tumpul yang mengharuskan dia meminta bantuan oranglain. Bagaimana menurutmu?
“sorry,
malam ini gue nggak bisa, lu tau kan Kiren ngajak gue nonton. Gue nggak mau
bikin dia kecewa. Oh iya kalau makalah kita udah selesai nanti gue traktir
donat, mau kan?”
“ta..—“
“oke,
gue jalan dulu. Bye Rere!!” entah sengaja menulikan telinganya atau tidak pria
itu, sahabatku juga pria yang memiliki hatiku dan cinta pertamaku, dia pergi
begitu saja. Tanpa mau mendengarkan pembelaan dan keluhku, dia pergi
meninggalkanku untuk berkencan dengan gadis yang sudah dipacarinnya selama 4
bulan.
“andai
saja bukan karna senyumanmu, aku nggak akan mau berdiam dengan kertas-kertas
yang membuatku semakin kesal. Ahhrgghh menyedihkan!!” sekian kalinya aku
menangis, menangisi seorang pria bodoh.
Manusia
takkan pernah menjadi makhluk kuat. Karna itu sudah menjadi takdir kita.
Kemampuan yang bisa dibanggakan oleh manusia adalah pikiran dan hati. Pikiran
adalah senjata dan hati sebagai temeng. Kita bukan malaikat maupun iblis, kita
manusia. Tak sesempurna malaikat maupun tak sepicik iblis.
“Win,
ke kantin yuk. Gue laper banget dari rumah belum sarapan.” Ucap Rere dengan
senyum rayuannya.
“ok,
tapi bentar dulu catatan gue belum selesai nih.” Jawab Windi tanpa mengalihkan
tatapannya dari papan tulis.
“yaudah
gue tunggu digajebo, cepetan nulisnya!”
“heem.”
Windi menggumam sambil menaik-turunkan kepalanya.
Rere
anak yang periang dan easy going
dikampusnya, jadi jangan heran setiap ia berjalan di koridor sekolah, kantin,
perpus, bahkan toilet sekalipun pasti ada yang memanggil namanya dan tersenyum
kepadanya. Dia hanya siswi biasa, tak kaya juga tak cantik tapi teman-temannya
selalu berkata bahwa ia manis. Dengan tubuh yang kecil juga wajah yang selalu
menampilkan senyuman layaknya anak playgroup.
Mereka yang hanya mengenal Rere dari luar selalu berpikir, hidupnya tak
memiliki beban. Mereka salah! Hanya Windi yang mengetahui rahasia besar
miliknya.
Puk.
Rere
menoleh kebelakang saat dirasakan bahunya ditepuk oleh sesuatu.
“hei.”
Ohh ternyata yang menepuknya adalah Ka Dio wakil presiden kampus.
“halo
kak.” Rere membalas sapaan dari seniornya tak lupa dengan senyuman khasnya.
‘haaa..
manisnya’ batin Dio.
“sendirian?
Mana Windi?” Tanya Dio dengan suara yang eheemm sedikit gugup.
“dia
masih dikelas.” jawab Rere.
Dio
pun menganggukkan kepalanya sambil ber’oh’ ria.
“aku
ke gajebo dulu kak, dah ka Dio!”
Dio
pun tersenyum memandangi punggung kecil Rere yang berlari sambil sesekali
melambaikan tangan kearahnya. Dia terus berdiri hingga jarak pandang ke
punggung kecil tersebut menghilang.
Sesampainya
digajebo, Rere hanya diam menatapi masa-masa kecilnya. Haaahh… masa kecilku
yang bahagia kenapa begitu singkat, batinnya. Jika membandingkan hal yang dulu
dengan sekarang semuanya tampak kontras. Ia sangat merindukan, merindukan
genggaman hangat pria kecil, merindukan tangisan cengeng pria kecil, dan
pernyataan cinta yang terlupakan.
“anak
itu kemana sih, apa dia kekantin duluan ya? Mungkin lebih baik kesana aja,
daripada duduk sendirian.”
Suasana
dikantin sangat ramai , panas, juga menegangkan yang hanya berlaku untuk Rere.
Kenapa begitu? Dihadapannya, pria yang disayangi sekaligus dicintainya kini
sedang bermesraan dengan wanita yang sudah dianggap sebagai saudaranya sendiri.
Tak sanggup melihatnya, sekuat tenaga ia berbalik dari keterkejutannya. Namun
tanpa disadarinya, seperkian detik ada sepasang mata yang menatapnya dengan
sendu dan sarat akan kepahitan.
Berlari,
berlari dan berlari. Tak dipedulikannya makian serta bentakan orang-orang yang
ditabraknya. Saat tenaganya sudah mencapai batas, ia pun berhenti. Tanpa sadar
ia sudah berdiri didekat toko kue.
“onny, mau kue cepelti itu.” (Donny mau
kue seperti itu)
“eh? Tapi onny cama lele kan nggak bawa
uang.” (eh? Tapi Donny sama rere kan nggak bawa uang)
“hmm, yaudah nanti onny mau minta ayah
aja.”
“ayo kita bilang ke ayah, aku juga mau
lasa clobeli.” (ayo kita bilang ke ayah, aku juga mau rasa stroberi)
“lele gausah minta, nanti onny yang
beliin lele. Onny kan plia cejati jadi hayus keyen.” (rere gausah minta, nanti
Donny yang beliin Rere. Donny kan pria sejati harus keren).
“ish onny nggak keyen, yang keyen itu
cupelmen tau. Dia tinggi teyus kuat bisa angkat ombin kalo onny itu cengeng
bukan keyen.” (ish Donny nggak keren, yang eren itu superman tau. Dia tinggi
terus kuat bisa angkat mobil kalo Donny itu cengeng bukan keren).
“kok lele ngomongnya gitu, liat aja kalo
onny becal onny pasti kayak om cupelmen, teyus lele pasti akan cuka cama onny
teyus kita bakalan balen-baleng teyus. Hehehe” (kok rere ngomongnya gitu, liat
aja kalo Donny besar, Donny pasti kayak om supermen, terus rere pasti akan suka
sama Donny terus kita bakalan bareng-bareng terus. Hehehe)
“onny mau kalo lele baleng onny
celamanya? Onny janji?” (Donny mau kalo rere bareng Donny selamanya? Donny
janji?)
“huum! Onny janji, onny juga janji kalau
onny becal nanti onny bakalan beliin lele kue clobeli yang anyaakkk.” (huum!
Donny juga janji kalau Donny besar nanti Donny bakalan beliin rere kue stroberi
yang banyaakk)
Mereka pun saling menautkan jari
kelingking tanda sebagai janji. Mereka pun pulang sambil bergadengan dan bernyanyi
sepanjang perjalanan pulang kerumah.
BACK
TO Present
“hanya
aku yang menganggap ucapanmu sebagai janji, janji yang tulus. Bodohnya aku,
percaya omongan bocah berumur 4 tahun. Aku tak sanggup jika melihatmu yang
pergi, maka lebihbaik aku pergi duluan.” Ucapnya sambil menghapus cairan bening
dipelupuk matanya.
Manusia
diciptakan memiliki pikiran, namun ada saatnya manusia menjadi makhluk terbodoh
saat menghadapi persimpangan dalam hidupnya. Bodoh karna mau mengikuti jejak
iblis yang menggodanya. Bodoh karna matanya tertutup oleh duniawi sehingga
mereka tak pernah melihat sesuatu yang tak kasat mata. Bukan hantu! Tapi
perhatian tulus dan cinta yang diberikan oleh oranglain secara tersembunyi.
Mereka sadar tapi mereka mengabaikan dan memilih hal yang lebih realitis
daripada hal yang tak jelas. Tak salah tapi suatu saat akan menjadi masalah
untuk diri sendiri.
“apa
yang harus kita lakukan, kita nggak bisa kayak gini terus selamanya.”
“sudahlah,
buat apa sih kamu khawatir, ‘dia’ itu teman kita justru akan mendukung hubungan
kita jadi kamu tenang aja.”
“lebih
baik aku pergi saja, ‘dia’ pasti udah kelaparan.”
“duduk!
Hei, bisakah kita lanjutin kegiatan makan ini? Aku sudah lapar sayang.” Ucap
pria itu dengan suara yang DIPAKSAKAN melembut.
Sang
cewek hanya bisa mendesah melihat tingkah sang pacar, benar sang pacar. Entah
benar atau tidak tindakan mereka, yang pasti saat ini dia sangat bahagia.
Terlalu lama memendam perasaan dan akhirnya dia bisa memiliki status cowok yang
berada disampingnya. Walaupun, jujur ia juga merasa gelisah dan tak tenang
bagaimana ia harus menceritakan kepada’nya’.
“baiklah
Donny sayang, kita lanjutkan sesi makan yang tertunda. Mana mulutnya… aaaaa..”
sebut saja egois atau keras kepala ia tak peduli, seharusnya ia memanfaatkan
saat-saat seperti ini. Berduaan dengan cowok yang dicintainya juga makan penuh
dengan cinta.
Entah
karna sudah dimabukkan oleh cinta, mereka seakan lupa dengan ruang dan waktu.
Tak disadari oleh sang cewek, kini cowok memiliki tubuh tinggi dan atletis itu
menampilkan senyum misterius dengan tatapan kearah jendela, tatapan miliknya
penuh sorot mata yang sulit diartikan.
Dirumah
yang sederhana namun penuh dengan kesejukkan disetiap sudutnya, pintu kamar
biasa dihiasi oleh gambar-gambar anime dan bertulisan Rere’s room berbunyi dan
terbuka menandakan sang penghuni kamar keluar dari lingkungan habitatnya. Ia
berjalan lunglai menuju dapur. Ia sangat kehausan, padahal berjalan saja tak
sanggup dan sekarang harus kedapur. Kalo tak mengingat akan dehidrasi mungkin
saat ini ia masih berbaring nyaman dan membuat basah bantal-bantalnya. Saat
melewati ruang tamu tanpa sengaja ia melihat sang ayah duduk dengan santai
meminum teh hangatnya sembari menonton politik di salah satu stasiun televisi.
Ia menghampiri sang ayah dan duduk disampingnya, tak lupa dengan segelas air
yang dibawanya dari dapur. “ayah kapan pulang?” tanyanya bingung. Wajar. Ini
baru pukul 2 siang jarang sekali ayahnya pulang saat matahari masih muncul
dilangit.
Sang
ayah yang memilik garis wajah yang tegas dan gurat lelah tapi tetap menampilkan
kesan lembut, beliau meletakkan cangkir tehnya dan menatap putri dan juga
satu-satunya keluarga kecil yang ia miliki. “tadi rapat dikantor ayah selesai
lebih cepat, apa hari ini putri ayah nggak kuliah? Kau membolos?”
Dengan
gagap dan salah tingkah gadis yang ternyata Rere menjawab “ma..maaf yah, hari
ini Rere kurang enak badan jadi rere meliburkan diri te..terus matakuliah rere
juga Cuma 2 jam. Tapi rere juga salah nggak bilang sama ayah, ja..jadi rere
minta maaf.”
“baiklah,
anak ayah juga sudah pandai berbohong. Apa sekarang Rere lagi jatuh cinta? Atau
putus cinta?”
“ehh??
Kenapa ayah bisa ta---- ups” menyadari hampir kelepasan bicara, rere menutup
mulutnya.
Sang
ayah terkekeh melihat tingkah rere, walaupun sudah besar ternyata masih sama
dengan putri kecilnya. “hahaha, ayah memang pria sibuk tapi bukan berarti tak
mengetahui apapun tentang putri kecil ayah, My princess.”
Dengan
kesal rere mencubit kecil lengan ayahnya. “aku sudah besar yah! Lihat aku
berbeda dengan princess ayah yang dulu. Sekarang princesess ayah berubah jadi
queen. Hohoho.” Ucapnya dengan mencondongkan dan membanggakan diri.
“apanya
yang berubah? Oh iya, tinggi badanmu berubah 42 cm.” jawab sang ayah dengan
nada meremehkan.
“jangan
sebut yang ituuu…!!!” hiks ayah tega sekali. Lanjutnya dibatin.
“hahaha,
oke oke.” Mereka tertawa dan saling bercanda. Mereka melakukannya seperti
melepaskan rindu masing-masing. Kesibukkan sang ayah dan kegiatan Rere, mereka
hanya memiliki sedikit waktu dan peluang untuk saling berbicara akrab. Mereka saling
menyayangi layaknya keluarga normal. Ya, keluarga normal.
Ayah
menghentikan tawanya, dan merubah suasana menjadi tegang dan serius. “Re, ayah
dipindah tugaskan ke jepang. Minggu depan kita berangkat. Ayah sudah
mendaftarkanmu ke universitas. Dan disana kamu bisa lebih sering mengunjungi mama.”
“a..apa?
minggu depan?” kaget. Tentu saja. Mendadak dan tanpa persiapan. Namun sekelebat
bayangan beberapa hari yang lalu membuatnya berubah pikiran. “baik, Rere mau.” Jawabnya
tenang.
“hemm,
persiapkan dirimu. Ayah harus pergi kekantor buat mengurus kepindahan kita.”
“jadi
ayah pulang Cuma mau bilang hal itu ke Rere?”
“tentu
saja, ayah nggak mau memaksa kamu jadi ayah mau mendengar pendapatmu.”
“ayah
udah makan siang?”
“sudah
my princess, dadah.” Rere mendengar mobilnya ayahnya menjauh, pertahanannya pun
runtuh. Ia menangis. Lagi dan lagi.
Pelangi
akan muncul saat hujan berhenti. Matahari akan muncul saat badai dan petir
menghilang. Bunga akan mekar saat salju tak lagi turun. kebahagian akan
dirasakan saat penderitaan dan cobaan telah dilalui.
Hari
demi hari dilewati Rere dengan normal, beraktifitas normal, berbicara normal,
bercanda dengan normal dan tersenyum dengan normal. Semua dilakukan sebagai
perlawanan rasa sakit yang dirasakannya. Mereka tak tahu bahwa dibalik candaan
yang dikeluarkannya hanyalah benteng rasa sakit akibat takdir atau mungkin
cobaan hidupnya. Kesepian dan kehilangan.
Tak terasa
seminggu telah berlalu, jadwal kepindahannya pun telah tiba. Saat ini, ia duduk
dibandara menanti ayahnya yang sedang berbicara dengan relasi dan atasan
beliau. Ditatapinya smartphone dengan wallpaper kucing. Bodoh. Ia adalah
perempuan terbodoh, mengharapkan sesuatu yang mulai ia lupakan.
“ayo,
udah waktunya.” Suara ayah, membangunkannya kembali dari alam bawah sadar.
Tersenyum.
Ia menatap kearah jendela. “iya.” Jawabnya.
Lalu ia pun berdiri dan melangkah menuju kearah kehidupannya yang baru. Sesuatu
yang baru harus diawali dengan hal yang indah, ya kan ? jadi tak ada salahnya
sekarang ia tersenyum. Senyuman untuk masa lalunya dan senyuman untuk masa
depannya.
……Disisi
lain…..
“hari
ini kita nonton film romance aja ya honey.” Suara manja khas perempuan terdengar
begitu menjijikan untuk dirinya.
“hon..”
“hon..”
“honey!”
“woy
Donny!” kesal karna diabaikan, sadar atau tidak sekarang perempuan itu
berteriak didepan telinga sang pacar.
“ck,
gue denger lo kali Win, gausah pake teriak. Nggak malu tuh diliatin orang
banyak? Dasar cewek kampungan. Ngaku kaya tapi tingkah kayak orang hutan. Mungkin
attitude mereka lebih baik dari lo.”
“kok
jadi gue yang dimarahin sih, ini gara-gara lo yang daritadi kebanyakan melamun.”
“terserah
lo, sekarang gue mau pulang. Lo masih mau nonton atau ikut pulang, terserah lo.”
“hah?
Pulang? Kita baru aja sampai.”
“boam.”
Jawabnya acuh.
Jalanan
ibukota metropolitan tak luput dari waktu. Walaupun jam sudah menempati angka 9
yang tentunya langit sudah sangat gelap. Dihiasi dengan aneka ragam cahaya
warna-warni dibumi maupun dilangit. Tak butuh waktu yang lama akhirnya mobil
itu sampai ketempat tujuannya. Turun dari mobil lalu membuka pagar rumah yang
terkunci dan memencet bel rumah. 5 menit sudah dilakukannya dengan memencet dan
mengetok pintu rumah tersebut. Tak ada satu orang pun yang keluar. Saat kesal
dan lelah memuncak, suatu kebetulan ada seorang keamanan yang berkeliling. Ia pun
bertanya kepada keamanan tersebut. Jawaban yang dilontarkan oleh keamanan yang
bernama supri membuatnya terpekik terkejut.
Menyesal.
Dia menyesal. Semua rencananya hampir selesai, namun bukanya keberhasilan yang
didapatnya malah kehilangan lah yang ia peroleh.
Kini
ia sadar, rencana yang ia pikir akan membawa bahagia kini malah kepergian sang
pujaan hati didapatkannya.
“maaf,
aku hanya ingin mengujimu. Aku tak ingin mengacuhkanmu. Itu juga menyiksaku. Berdekatan
dengan wanita lain didepanmu dan masang wajah dingin dihadapanmu. Sangat menyakitkan.
Sekarang kamu pergi, tak ada satupun kata-kata perpisahan. Andai saja, aku
ingin sekali membuatmu bahagia. Katanya kita akan bersama selamanya, janji kita
berdua. Dan nyatanya kamu pergi. Karna kebodohanku yang meragukanmu.” Hanya kata-kata rutukkan juga penyesalan yang
mampu dilontarkannya. Ia tak dapat berpikir dengan tenang. Malaikat manisnya
pergi. Dan itu karna rencana bodohnya.
“jika
kau pergi, maka yang harus kulakukan adalah membuatmu kembali. Kupastikan saat
itu kau hanya untukku. Milikku. Kita bersama selamanya, my princess. Tunggu pangeranmu
untuk menaiki tahtanya dan menjemptmu ke istana kita berdua, sayang.” Ucapnya dengan
senyuman absolut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar