TUGAS SOFTSKILL AKUNTANSI KOMPARATIF AMERIKA dan ASIA (RIVIEW TUGAS IV)
Nama Kelompok :
Dwi Ayu Larasati (22213664)
Dwi Puspita Agustin (22213693)
Nurul Maghfiroh Jufrin (26213733)
Puti Melati Khalishah (26213974)
Wa Ode Siti Hawani (29213185)
Nama Jurnal
|
Jurnal Ekonomi
dan Manajemen
|
Volume /
Halaman
|
XIX, No. 3/ 231-250
|
Nama Penulis
|
Noer A Achsani, Arie Jayanthy F A Fauzi dan Piter Abdullah
|
Judul Jurnal
|
KETERKAITAN
INFLASI DENGAN NILAI TUKAR RIIL :
ANALISIS
KOMPARATIF ANTARA ASEAN+3, UNI EROPA DAN
AMERIKA UTARA
|
Tanggal Jurnal
|
Desember 2009
|
Tujuan
Penelitian
|
Untuk
mengetahui sejauh mana tingkat respon/kepekaan inflasi akibat fluktuasi (perubahan)
nilai tukar di kawasan ASEAN+3 dan membandingkannya dengan kawasan kawasan Eropa
dan Amerika Utara.
|
Metode
Penelitian
|
Analisis
eksploratif dan analisa panel data
|
Variabel
Penelitian
|
Inflasi, nilai
tukar riil, dan trend
|
Hasil
Penelitian
|
Dari hasil
estimasi model diatas, dapat dilihat bahwa meskipun nilai koefisien variabel
RER1 lebih tinggi di kawasan non Asia dibandingan kawasan Asia, namun pada kawasan
non Asia variabel RER1 tidak berpengaruh signifikan terhadap laju inflasi.
Hal
ini menandakan bahwa depresiasi di kawasan Asia akan menimbulkan efek yang lebih tajam terhadap inflasi dibandingkan kawasan non Asia, atau dengan kata lain kepekaan inflasi akibat perubahan (dalam hal ini depresiasi) nilai tukar jauh lebih tinggi di kawasan Asia (ASEAN+3) dibandingkan kawasan non Asia (Uni Eropa, Amerika Utara). Hal ini diperkuat kenyataan bahwa mata uang negara-negara kawasan Asia lebih rentan dan tidak stabil terhadap guncangan dibandingkan mata uang negara-negara kawasan non Asia, dengan demikian pengaruh/efek dari perubahan nilai tukar riil terhadap laju inflasi akan lebih besar di kawasan Asia, sedangkan di kawasan non Asia efeknya relatif kecil atau hampir tidak ada. |
Kesimpulan
Penelitian
|
Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai analisis komparatif
keterkaitan inflasi dengan nilai tukar riil di kawasan Asia (ASEAN+3) dan non
Asia (Uni Eropa, Amerika Utara), maka diperoleh dua kesimpulan. Pertama,
terdapat korelasi yang kuat antara pergerakan inflasi dengan nilai tukar riil
di sebagian besar negara-negara, selain itu untuk kasus seluruh kawasan dan kawasan
Asia yang berlaku adalah hubungan kausalitas satu arah dimana baik tingkat
depresiasi nilai tukar nominal maupun tingkat nilai tukar riil secara signifikan
memiliki pengaruh terhadap laju inflasi. Sedangkan di kawasan non Asia
hubungan kausalitas satu arah justru terjadi dimana laju inflasi yang memiliki
pengaruh secara signifikan baik terhadap tingkat depresiasi nilai tukar
nominal maupun tingkat nilai tukar riil. Kedua, Pada model seluruh kawasan,
hasil interaksi dummy kawasan dengan setiap variabel yang mempengaruhi laju
inflasi ternyata memungkinkan membagi menjadi dua model yaitu model kawasan
Asia dan non Asia, dan ditemukan bahwa terdapat perbedaan pola perilaku
variable RER1, DPF, DE terhadap laju inflasi antara kawasan Asia dan non
Asia. Dummy krisis yang dimasukkan dalam model menunjukan bahwa perbedaan
perilaku inflasi antara sebelum dan sesudah terjadinya Asian Financial
Crisis (AFC) hanya di kawasan Asia. Lebih lanjut ternyata respon/kepekaan
inflasi terhadap perubahan nilai tukar riil lebih tinggi di kawasan Asia dibandingkan
kawasan non Asia. Berdasarkan penelitian penulis dapat dilihat bahwa terdapat
hubungan yang erat antara nilai tukar riil dan laju inflasi, dimana terdepresiasinya
nilai tukar riil akan mendorong peningkatan laju inflasi, terutama untuk kawasan
Asia. Pentingnya mengelola inflasi sebagai ukuran stabilitas perekonomian suatu
negara mengharuskan adanya koordinasi Bank Sentral dan pemerintah dalam
langkah pengendalian laju inflasi. Dengan melihat eratnya kaitan antara nilai
tukar riil dan laju inflasi, maka Bank Sentral dengan otoritas moneternya
dapat menjadikan kebijakan moneter melalui saluran nilai tukar sebagai jalur
kebijakan untuk mencapai sasaran inflasi.
|
Pendapat
Mengenai Jurnal
|
Dari peneltian
tersebut kita mengetahui bahwa penting nya mengelola inflasi sebagai ukuran
stabilitas perekonmian suatu Negara dan mengharuskan adanya koordinasi bank
setral dan pemerintah dalam mengendalikan laju inflasi.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar